(Maria Indarsih Wahyuni)
“Yang paling riskan adalah kebiasaan di masyarakat yang terjadi di depan mata anak-anak; seperti judi dan arak, di setiap desa kita bisa menjumpai kedai-kedai itu.”
Maria Indarsih menceritakan pelayanannya di Sadaniang, satu kecamatan sekitar 60 kilometer sebelah Barat kota Pontianak, Kalimantan Barat. Di sini, dua Future Center kita melayani sedikitnya 180 anak-anak yang tinggal di banyak desa di sana, mulai dari usia TK sampai SMA. Sadaniang dikelilingi persawahan dan dihuni oleh penduduk yang mayoritas bertani. Baru beberapa tahun belakangan anak-anak Sadaniang banyak yang melanjutkan sekolah sampai ke tingkat SMA setelah sekolah negeri dibuka di daerahnya sehingga mudah dijangkau.
Yang kita soroti di Future Center bukan hanya bisa melanjutkan sekolah saja, tapi bagaimana anak-anak bisa bertumbuh dengan karakter yang baik. Maria mengernyitkan dahi, kita harus berfikir lebih kreatif lagi untuk bisa mengambil hati anak-anak, katanya. Terutama mereka yang memasuki usia remaja, yang mulai malu-malu, jaim-jaim.
Anak-anak di usia ini kan lebih mendengarkan teman-teman yang sebaya dan mudah terpengaruh, maklum mereka sedang dalam fase pencarian jati diri. Bahkan sampai tidak mau mendengarkan guru, nah, kalau sudah begitu guru-guru kewalahan juga. “Salah-salah memperlakukan, kita akan kehilangan mereka,” jelasnya lagi.
Dari data kesehatan yang saya dapat dari puskesmas di Sadaniang; angka anak usia sekolah (SMP – SMA) yang hamil di luar nikah cukup tinggi. Ini seolah menjadi hal yang lumrah, biasanya diselesaikan secara kekeluargaan dengan si jabang bayi diambil dan diasuh oleh kakek-neneknya.
Saat hal semacam ini terjadi, tanpa sadar, anak-anak tentu kehilangan kesempatan untuk mewujudkan impian dan cita-citanya, mereka tidak pernah bisa mencapai potensi maksimalnya. Tentu ini menghambat mereka untuk menjadi seperti apa yang Tuhan inginkan… dan kita kehilangan mereka.
Kami tentu tidak ingin kehilangan anak-anak ini. Berbagai cara pendekatan dilakukan untuk mengambil hati anak-anak, terutama mereka yang sudah masuk usia remaja. Saya berpikir, kalau di Future Center kita hanya melanjutkan kegiatan belajar-mengajar seperti sekolah, ya mereka akan pergi, karena mereka sudah jenuh, dan buat mereka itu sesuatu yang melelahkan, tegas Maria.
Anak-anak di sini sebenarnya memerlukan kegiatan yang beraroma challenge, membutuhkan hal yang buat mereka menyenangkan. Jadi kami mencoba sesuatu yang lebih menarik, menantang, dan menyenangkan. Kami membuat suatu proyek di luar sekolah, di mana anak-anak bisa kumpul bersama, lalu ada kesempatan sharing, dan keseruan bermain games yang kita ciptakan dengan berbagai tema.
Sangat seru, mereka sedang bermain tentang “leadership dan teamwork, serta belajar tentang berbagai karakter baik, lanjut Maria. Lalu kami juga membuat materi ringan dan diskusi. Itu adalah salah satu cara unik yang anak-anak di Future Center Sadaniang inginkan.
Bisa bertemu, kumpul, bercerita, itu sangat menyenangkan bagi mereka, jadi gak perlu kita kasih materi yang berat untuk mereka berpikir keras, asal mereka sharing sesuatu hal sesuai dengan kurikulum kita itu sudah sangat baik.
Di desa itu situasinya tidak seperti di kota di mana kita bisa melihat banyak hal, menjumpai orang-orang beraktivitas di berbagai bidang yang beragam, sementara di desa, anak-anak hanya melihat orang tua mereka dengan kehidupan yang statis, itu… itu… saja. Lalu itu menjadi role model yang mereka lihat sehari-hari. Jadi kalau kita tanya: “Bagaimana ceritamu hari ini? Apa pengalaman menarik hari ini?” Jawabannya tentu begitu-begitu saja. Tapi di Future Center kita ingin menceritakan banyak hal; yang mind blowing yang bisa membawa mereka ke luar kotak, jauh melampaui desanya, lalu mereka menjadi kreatif, punya banyak ide, lalu punya mimpi, dan termotivasi untuk mengejarnya, lalu hidup mereka fokus pada semua yang baik, semua yang benar, yang mengarahkan mereka untuk menggapai cita-cita.
Begitu pun dengan perilaku dan kebiasaan, anak-anak selalu meniru apa yang dibuat oleh orang-orang yang mereka anggap sebagai teladan di lingkungan mereka. Anak-anak itu adalah sosok yang suka memperhatikan perilaku kita. Saya sadar itu, itulah mengapa saya jaga sikap saya dengan melakukan kebiasaan yang benar dan berharap mereka menirunya. Seperti ketika kelas usai, biasanya anak-anak langsung pulang begitu saja, tapi saya lalu membersihkan dan merapikan kelas sendiri, ternyata mereka lihat, dan akhirnya mulai ikut merapikan juga.
Lalu soal buang sampah pada tempatnya, itu pun saya contohkan untuk merubah kebiasaan mereka di rumah yang selalu membuang sampah dari jendela.
Di sana saya memposisikan diri bukan sebagai guru, tapi sebagai kakak, mereka pun tidak memanggil saya bu guru, tapi kakak, dan itu rasanya lebih akrab. Saya senang ketika mereka banyak tanya kepada saya dan mau bercerita tentang apa yang mereka rasakan dan alami. Anak-anak remaja ini rentan berbagai hal negatif, keculai mereka mempunyai seorang kakak yang mau membimbing dan melindungi.
Saya berharap keberadaan Future Center di sana dapat memberikan warna yang berbeda, dari pergaulan yang buruk dapat dirubah menjadi pribadi yang baik, yang positif, merubah kebiasaan buruk, dan orang lain dapat melihat anak-anak dapat diubahkan karakternya lewat Future Center, Maria menutup dengan harapan, nafasnya tertahan. (tony)
* PESAT (Pelayanan Desa Terpadu) adalah lembaga pelayanan Kristen interdenominasi yang sejak 1987 terpanggil untuk membangun dan meningkatkan harkat hidup masyarakat desa melalui pelayanan pendidikan.
*Future Center adalah program pembinaan anak usia 0 – 18 tahun yang bertujuan untuk memunculkan potensi seorang anak sepenuhnya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sehingga ia menjadi sebagaimana yang Tuhan rencanakan.
Sponsori seorang anak desa di
Saksikan kami di Channel YouTube: https://www.youtube.com/@PesatOrg/videos
WA: https://wa.me/6285101294002
Instagram: pesat_ministry
Untuk menginformasikan donasi anda silahkan hubungi kami di 0851 0029 4001 (Senin s/d Jumat, jam 9.00-17.00) atau kirim e-mail ke pesatjkt@gmail.com