Oleh: Hans Geni Arthanto, MA
Pada hakekatnya pelayanan yang berfokus pada manusia, pribadi lepas pribadi, agar mereka mengalami berkat Tuhan seutuhnya. Lalu bagaimana gereja dapat menjadi berkat? Pertama, gereja perlu terjun ke tengah masyarakat, melakukan survey, sehingga memahami apakah permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di sekitar gereja tersebut.
Identifikasi permasalahan tersebut dilanjutkan dengan mencari akar permasalahannya dan alternatif solusinya.
Survei sosial dana analisa data ini dapat menolong gereja memahami konteks daerahnya secara riil, dan juga dalam melakukan pendekatan partisipatif sangat penting karena melaluinya kita dapat melihat permasalahan dari kacamata “orang dalam”, dan membangun ownership dalam pengembangan program-program ke depan serta dapat mengurangi kecurigaan atau campur tangan pihak ketiga (provokator).
Melalui survei yang memadai gereja juga dapat terhindar dari sekedar melakukan pelayanan sosial yang hanya bersifat karikatif, mementingkan “rasa aman” karena sudah berbuat sesuatu, atau supaya gereja tidak dilempari batu.
Tentunya pengambilan kebijakan bagaimana bentuk pelayanan sosial-kemasyarakatan gereja sangatlah ditentukan oleh pemahaman teologis dan motivasi gereja itu sendiri. Sebaiknyalah pelayanan sosial-kemasyarakatan gereja didasarkan oleh kasih Kristus, sifatnya berkesinambungan dan menjawab kebutuhan masyarakat. Bagaimana bentuk pelayanan sosial-kemasyarakatan gereja? Banyak macamnya, bisa berupa pelayanan kesehatan berbentuk pendirian klinik pengobatan murah, klinik bersalin, imunisasi, pemberian makanan tambahan, untuk peningkatan gizi anak, pengadaan air bersih, penyuluhan dan kampanye anti narkoba, konseling narkoba dan permasalahan keluarga, bimbingan belajar gratis, beasiswa, dlsb. Pada dasarnya bentuk pelayanan sosial-kemasyarakatan gereja tersebut haruslah didasarkan pada kebutuhan masyarakat, dan dilakukan dalam semangat kemitraan dengan berbagai lembaga pelayanan lainnya.
Pelayanan pendidikan itu? Pendidikan berasal dari kata Latin “educo” yang berarti membangkitkan, memimpin, membawa keluar, memelihara dan menolong agar bertumbuh (Bradshaw, 1993). Pendidikan juga berasal dari kata Latin “educare” yang artinya “menggiring keluar” (Harefa, 2000). Apa yang digiring keluar? Adalah diri atau segenap potensi pembelajar. Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran dan bersifat informal. Pendidikan dimaksudkan adalah “hidup untuk belajar”, bukan belajar untuk hidup. Jadi pendidikan berkaitan dengan pembentukan karakter, bagaimana seorang menjadi (learning to be).
Karena itulah sebenarnya pendididkan merupakan tanggung jawab utama orang tua sebagai pendidik yang ditunjuk Allah. Atau dengan kata lain dalam kondisi ideal guru tidak boleh mengambil peran orang tua dalam pendidikan. Bagaimana peran guru dalam hal ini? Guru adalah pembantu orang tua dalam bidang tertentu yaitu bidang pengajaran (Drost , 1998).
Jadi pengajaran di sekolah, pada dasarnya adalah pengalihan pengetahuan, dan berlangsung secara formal. Dalam tiga wilayah ini selayaknya gereja melakukan perannya untuk memberkati bangsa ini:
Pendidikan Informal (pembelajaran)
Gereja perlu memampukan para calon orang tua atau orang tua agar dapat berperan dalam mendidik anak-anaknya dengan menyediakan penyiapan pendidikan keluarga. Idealnya gereja menyediakan kelas pendidikan penyiapan keluarga, yang bisa saja dibagi dalam beberapa modul, sebagaimana diuraikan di atas bahwa proses pembelajaran (pendidikan) sesungguhnya terjadi dalam pranata keluarga, tidak ada banyak aturan-aturan yang kaku (formal), sebaliknya ada keseimbangan antar kasih dan disiplin, dan teladan asli (autentik) dari ayah dan ibu. Jadi dapat kita bayangkan betapa besar dampaknya terhadap pembentukan seorang anak manusia, entah ia warga gereja atau warga masyarakat, bila kita menolong mempersiapkan mereka sedini mungkin.
Pendidikan Formal
Gereja perlu mendirikan sekolah-sekolah yang berkualitas namun yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dari kota hingga desa. Dari kota hingga desa. Dari 12,5 juta anak usia 4-5 tahun, hanya 12,6 % saja yang dapat menikmati pendidikan melalui 40.000 TK yang sebagian besar berada di perkotaan. Pada usia ini merupakan masa-masa pembentukan karakter anak yang sangat penting, karena itu pelayanan di bidang ini menjadi sangat strategis.
Sejak awal berdirinya TK tidaklah dimaksudkan sebagai sekolah, melainkan sebuah taman bermain, yang melaluinya anak-anak dapat belajar mengenai kehidupan ini, jadi taman kanak-kanak seyogyanya diadakan dalam setting yang tidak formal dan melalui peneladanan hidup.
Menyadari bahwa guru bukanlah pengganti orang tua murid dalam mendidik anak. Karena teladan orang tua akan “berbicara lebih keras dan lebih banyak sekalipun dalam waktu yang sedikit”, karena itu bila sekolah bertujuan untuk turut membentuk karakter anak (learning to be), maka sekolah selayaknya mempunyai program-program terarah menyadarkan dan memampukan orang tua dalam hal pendidikan anak. Pater Drost menyatakan dengan jelas bahwa tugas sekolah adalah pengajaran. Berkaitan dengan banyaknya anak-anak dari keluarga miskin yang tidak mampu membiayai sekolah anaknya, maka gereja perlu menyediakan dana beasiswa bagi anak yang tidak mampu tadi. Tentunya besarnya dana ini berbeda-beda bergantung sejauh mana kebijakan kita. Sedikitnya ada tiga strategi yang digunakan, memberi beasiswa hanya terbatas pada pemberian uang sekolah saja atau uang sekolah ditambah kebutuhan sekolah seperti tas, seragam, sepatu, dan buku serta alat tulis, atau ditambah lagi dengan kebutuhan gizi yang cukup.
Pendidikan Non Formal (Pelatihan)
Pelatihan dimaksudkan sebagai memberi perlengkapan/keterampilan untuk hidup (learning how to). Di tengah tekanan krisis ekonomi dan dampaknya pada banyak pemutusan hubungan kerja, terjadinya pengangguran, kompetisi kerja yang ketat, maka pelatihan-pelatihan keterampilan menjadi suatu kebutuhan yang signifikan bagi masyarakat baik di perkotaan, urban, dan pedesaan.
Untuk itu gereja perlu mencermati, mengkaji kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan berupaya menyediakan atau memfasilitasi adanya pelatihan-pelatihan dimaksud dengan mengembangkan berbagai kemitraan. Kemitraan dapat digalang baik dengan berbagai lembaga pelayanan kristiani lainnya maupun dengan pemerintah.
Berbagi jenis pelatihan yang bisa diupayakan, misalnya pelatihan kejar paket A & klub pelatihan pertanian, peternakan, dan perikanan dengan komoditi tertentu, pelatihan manajemen usaha kecil, pelatihan kelompok swadaya masyarakat, pertukangan, pelatihan guru sekolah minggu/pelayan anak, dll.
Penutup
Pada akhirnya, begitu pentingkah pelayan pelayanan pendidikan dan sosial-kemasyarakatan gereja?
Jawabnya: Ya. Ronald J. Sider menyatakan bahwa dunia selain merupakan musuh Allah, dunia juga merupakan arena aktivitas Allah menyatakan kasih-Nya dan otoritas-Nya. Pelayanan gereja kepada masyarakat sesungguhnya adalah pelayanan untuk menyiapkan masyarakat untuk mengalami kepenuhan kerajaan Allah.
* PESAT (Pelayanan Desa Terpadu) adalah lembaga pelayanan Kristen interdenominasi yang sejak 1987 terpanggil untuk membangun dan meningkatkan harkat hidup masyarakat desa melalui pelayanan pendidikan.
*Future Center adalah program pembinaan anak usia 0 – 18 tahun yang bertujuan untuk memunculkan potensi seorang anak sepenuhnya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sehingga ia menjadi sebagaimana yang Tuhan rencanakan.
Sponsori seorang anak desa di
Saksikan kami di Channel YouTube: https://www.youtube.com/@PesatOrg/videos
WA: https://wa.me/6285101294002
Instagram: pesat_ministry
Untuk menginformasikan donasi anda silahkan hubungi kami di 0851 0029 4001 (Senin s/d Jumat, jam 9.00-17.00) atau kirim e-mail ke pesatjkt@gmail.com