Merayakan Anak Khatulistiwa

Mempawah, Kalimantan Barat, jalan panjang yang berliku.

“Uang bayaran sekolahnya hanya dua puluh ribu rupiah. Tapi, buat masyarakat itu katanya masih mahal…”

Kita kembali ke tahun 1999, Norsiana mengingat kembali masa itu sambil meniti langkah ke sekiannya di jalan panjang Mempawah yang meliuk membelah hutan Kalimantan.

“Waktu itu untuk pendidikan anak usia dini, Taman Kanak-kanak kita memang satu-satunya yang ada di daerah ini.” Ibu Norsiana, salah satu dari sekian banyak guru yang merintis TK di Kalimantan Barat. Dulu ini masih termasuk Kecamatan Toho, bayangkan satu kecamatan besar hanya ada satu TK kita – El-Shadai Terpadu. Di masa itu PESAT mulai merambah pedalaman Kalimantan Barat bahkan sampai ke Kapuas Hulu, untuk membangun pendidikan anak usia dini.

“Anak-anak usia TK itu banyak. Cuma saat itu orang tua masih belum sadar pentingnya pendidikan. Beberapa tahun kemudian masyarakat mulai melihat dampak positif dari TK El-Shadai. Anak-anak tidak hanya berkembang secara intelektual, tapi rohaninya pun bertumbuh, punya karakter bagus.

“Nah, dari situ masyarakat sadar,… oh, ternyata pendidikan usia dini ini juga penting bagi anak-anak kita,” Ibu Norsiana mengingat kembali masa itu, penampilannya masih seperti 20 tahun lalu ketika ia memulai pelayanan di sini, rok panjang dan t-shirt polos ditemani tas selempang.

Sepuluh tahun belakangan ini, orang-orang yang ada di daerah Sadaniang dan Untang itu mulai sadar. Kemudian berlomba-lomba untuk memasukkan anak-anak mereka ke TK. Di daerah ini kita ada dua; TK El-Shadai dan TK Pamakatatn Terpadu, keduanya kini menjadi Future Center yang melayani anak-anak, tidak hanya anak dari dua desa itu, tapi dari banyak dusun-dusun di desa lain yang jauh. Mereka datang mencari TK kita.

Namun tidak sesederhana itu, ada pergumulan di balik kisah ini. Selain usaha keras meyakinkan masyarakat akan pentingnya PAUD, masalah ekonomi juga menyumbang kesulitan yang lumayan berat. “Uang bayaran TK itu dua puluh ribu rupiah. Tapi, buat masyarakat itu katanya masih mahal,” keluh Ibu Norsiana, bisa bayangkan seperti apa “ekonomi” mereka, jika tidak ingin menggunakan kata miskin.

Kita musyawarah, tapi tidak bisa diturunkan lagi. Bayangkan, untuk pengadaan gizi anak setiap minggu saja, satu anak lima ribu rupiah dan dalam sebulan empat kali kita bagikan asupan gizi. Belum lagi TK kan perlu dana operasional, kertas, alat tulis dan aneka alat bantu mengajar lainnya. Sementara untuk gizi saja uang bayaran itu sudah habis. “Sungguh pergumulan buat kami waktu itu!” kata Ibu Norsiana. Ia terdiam sejenak, nafasnya tertahan, pengalaman itu mampir kembali di benaknya. Aku membayangkan bagaimana para guru berjuang memenuhi semua kebutuhan TK di samping kebutuhan pribadi mereka juga. “Banyaklah ceritanya…,” Ibu Norsiana tersenyum. Aku tahu ia menyembunyikan kisah jerih-lelahnya selama dua dekade ini.

Puji Tuhan, orang tua akhirnya bisa terima, kita sama-sama berjuang memberi yang terbaik untuk anak-anak sampai hari ini, Ibu Norsiana melanjutkan – mimiknya ceria –  saya melihat guratan-guratan perjuangan di wajahnya. Akhirnya, kita bisa membuka Future Center yang gratis, tambahnya semangat. Melalui FC kita bisa terus melayani anak-anak lulusan TK kami sampai mereka tamat SMA.

Di desa Untang dan Sekabuk anak-anak dibimbing, potensinya digali dan dikembangkan. Di Future Center akhirnya kami bisa menemukan hal yang merintangi langkah mereka, dan kita sama-sama mencari jalan keluarnya.

­­Namun, hari-hari ini, kita memasuki zaman baru, Saat ini tantangan kita adalah gadget,  membawa perubahan dan pengaruh yang luar biasa pada anak-anak, tidak terkecuali di desa seterpencil ini. “Saat berusaha membentuk karakter anak-anak, kita juga berjuang melawan pengaruh negatif dari gadget, anak-anak bersikap seperti apa yang mereka tonton di ponsel mereka,” kata Ibu Norsiana.

Mereka masih dalam tahap pertumbuhan. Jadi kita terus mendampingi, untuk membentuk mereka. Bahkan di luar FC, para guru berkunjung ke rumah-rumah mereka. “Yang terpenting itu berdoa untuk anak-anak, agar mereka bisa tumbuh dengan karakter baik, sehingga bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar mereka. Dua puluh tahun lebih tinggal di desa pelosok, ibu guru Norsiana dan rekan-rekan guru lainnya telah memberi hidup mereka untuk menyalakan api generasi di sana. Suatu tindakan heroik, merayakan anak-anak, patutlah jika kita sematkan gelar pahlawan bagi mereka yang sudah memberikan hidup dan berjuang dengan  kasih. (Antoni Marvin)


* PESAT (Pelayanan Desa Terpadu) adalah lembaga pelayanan Kristen interdenominasi yang sejak 1987 terpanggil untuk membangun dan meningkatkan harkat hidup masyarakat desa melalui pelayanan pendidikan.

*Future Center adalah program pembinaan anak usia 0 – 18 tahun yang bertujuan untuk memunculkan potensi seorang anak sepenuhnya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sehingga ia menjadi sebagaimana yang Tuhan rencanakan.

Sponsori seorang anak desa di https://bit.ly/DataSponsor-FC

Saksikan kami di Channel YouTube: https://www.youtube.com/@PesatOrg/videos

WA: https://wa.me/6285101294002

Instagram: pesat_ministry