Misi Pembebasan


“Saya tidak pernah lupa, 17 Maret 2004, saat pertama menginjakkan kaki di sana. Berawal dari satu buku tulis dan satu pensil untuk setiap anak, akhirnya perubahan terjadi dalam kehidupan mereka.”

Bahkan, murid-murid kami di SD ini juga ada orang-orang yang sudah tua, ada yang sudah menikah, sudah punya anak. Mereka sudah seumur hidup menunggu sekolah hadir di kampung mereka, tapi belum terlambat untuk belajar, toh?… kata Pak Guru Restu Saptono Hadi.

Waktu berlalu akhirnya suku-suku di bagian hulu Sungai Mamberamo, Papua, itu bisa kenal pendidikan formal. Banyak mereka  akhirnya bisa lanjut SMA di kota Sentani, bahkan  ada yang kuliah dan menjadi sarjana. Itulah cerita bagaimana para perintis PESAT masuk menerangi kesuraman bagaikan cahaya bagi suku-suku pedalaman di sana.


“Dulu saya pikir hanya kami saja, Orang Wana, yang tinggal di bumi ini. Tidak ada orang lain…,” ucap Aderia.

“Kami semua lahir di hutan, keluarga kami masih nomaden. Tapi di belantara Morowali – Sulteng – ini ada satu sekolah dasar. Saya suka dengarkan lagu-lagu yang mereka nyanyikan,” kata Kenet, seorang pemuda Suku Wana bercerita tentang TK dan SD Saliano Terpadu, sekolah ajaib, yang seolah jatuh dari langit dan mendarat di lembah luas – teritorial sukunya –.

Saya berterima kasih pada para guru, semangat dan kesempatan yang mereka berikan membuat kami seperti sekarang ini, bisa kuliah, ujar Kenet. Ia bercerita tentang guru-guru PESAT yang datang ke wilayah Suku Wana di belantara untuk melayani orang-orang sukunya dan membangun generasi mereka melalui pendidikan, rohani, ekonomi, dan kesehatan.


“Saya pernah menangis ketika jalan tanah merah menjadi becek luar biasa di pagi hari karena hujan lebat semalam. Saya tidak menangis lantaran jalan menjadi sangat berat untuk dilalui dengan sepeda ontel, tapi saya menangis karena sedih jika tidak bisa sampai ke TK, membayangkan anak-anak menunggu lalu akhirnya mereka kembali pulang dengan kecewa,” ucap Sulistiawati, ibu guru TK PESAT di Lampung, Sumatera.

PESAT membuka beberapa Taman Kanak-kanak di beberapa desa transmigrasi di pelosok Lampung karena memang waktu itu banyak anak-anak yang putus sekolah, bahkan tidak bersekolah. Melalui pendidikan anak usia dini diharapkan bisa memotivasi dan memberikan pemahaman kepada anak dan oarang tua betapa pentingnya pendidikan.

Kami para guru tidak hanya melayani anak-anak di sekolah, tapi rutin mengunjungi rumah-rumah masyarakat, jadi kami banyak tahu beban hidup mereka. Kami selalu berusaha menolong meski lebih banyak dengan doa, misalnya ada penduduk yang sakit, puji Tuhan banyak yang sembuh setelah kami doakan.

“Dulu masyarakat hanya tanam singkong lalu dijual ke pabrik tapioka. Mereka adalah petani miskin. Kerasnya alam dan kehidupan transmigrasi membuat banyak orang mengalami luka batin, banyak keluarga menjadi tidak utuh karena harus berpisah lama dan jauh demi mencari nafkah agar bisa bertahan hidup. Banyak orang seperti mengalami kekeringan, kami para ibu guru juga bisa merasakan kesusahan ini karena kami tinggal di desa yang sama. Tapi kami selalu datang ke rumah-rumah masyarakat untuk saling menguatkan, mendoakan, sekedar memberikan pelukan.

“Banyak yang setelah melewati masa-masa sulit itu lalu bilang ke saya bahwa mereka semangat karena merasa diperhatikan dan dipedulikan. Anak-anak yang saya didik sekarang sudah banyak yang menjadi pegawai dan hidup mereka lebih baik…, dan untuk itu semua tentu nama Tuhan dimuliakan di desa ini,” ucap Bu Guru Sulistiawati.


Penggalan kisah ini mewakili cerita-cerita serupa di banyak daerah di Indonesia yang menggambarkan perjuangan guru-guru kita di garis depan.

Tentu dari semua ini kita bisa melihat bahwa yang dilakukan adalah sebuah misi pembebasan, sebuah misi memerdekakan. Membebaskan dari belenggu kemiskinan, ketertinggalan, dan ketidaktahuan, bahkan menyelamatkan dan memberi kekuatan kepada mereka untuk mampu berjalan dalam kesulitan hidup dan bisa survive.

Terima kasih, semuanya ini tentu tidak bisa terjadi tanpa kerjasama dan dukungan para Sahabat semua, biarlah nama Tuhan yang dimuliakan.  (Antoni Marvin)


* PESAT (Pelayanan Desa Terpadu) adalah lembaga pelayanan Kristen interdenominasi yang sejak 1987 terpanggil untuk membangun dan meningkatkan harkat hidup masyarakat desa melalui pelayanan pendidikan.

*Future Center adalah program pembinaan anak usia 0 – 18 tahun yang bertujuan untuk memunculkan potensi seorang anak sepenuhnya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sehingga ia menjadi sebagaimana yang Tuhan rencanakan.

Sponsori seorang anak desa di https://bit.ly/DataSponsor-FC

Saksikan kami di Channel YouTube: https://www.youtube.com/@PesatOrg/videos

WA: https://wa.me/6285101294002

Instagram: pesat_ministry