Nanggala, Kala Mengajar Adalah Bergumul

Mereka berbondong datang dari kampung-kampung sekitar sini, yang jauhnya sepuluh kilometer juga banyak. Saya hanya bisa menarik nafas dan bilang sama Tuhan; “Terima kasih sudah percayakan sekian banyak anak-anak untuk saya didik…” Siang itu Ibu Guru Naomi Ratu Sura berbicara di samping gereja di tepi empang, beberapa puluh langkah dari TK Ecclesia Terpadu.

Tahun ini uang bayaran sekolah naik, jadi enam puluh ribu rupiah, sudah termasuk tambahan gizi, tapi kami juga kasih buku tulis dan buku paket gratis dari dana BOP,” jelasnya lagi.

Kali ini kita berada di Nanggala, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Jalan aspal meliuk membelah bukit-bukit dan persawahan yang mendominasi daratan. Kerbau, tongkonan, dan kubur-kubur batu bisa kita tengok sepanjang jalan.

Sekarang saja hanya sekecil itu, kalau dulu berapa? Ujarku balik bertanya tentang uang SPP yang dipungut oleh Taman Kanak-kanak PESAT yang berdiri di tepi sawah ini. Ibu Guru Ratu Sura hanya tertawa. “Yang jelas Agustus tahun 2002 itu puji Tuhan kita panen jiwa, banyak anak-anak datang ke TK, dan tahun-tahun berikutnya terus bertambah,” jawabnya. Saking banyaknya, di masa itu kadang mengajar menjadi pergumulan tersendiri buat saya, katanya sambil geleng-geleng mengingat masa dua puluh tahun silam, di mana ia mengajar 40-60 anak seorang diri.

Bayangkan, punya murid puluhan anak, tapi tempat untuk dijadikan Taman Kanak-kanak kita itu masih pinjam, beberapa kali pindah tempat, tempat yang terakhir kami pakai itu bangunannya ambruk, jadi kita pindah lagi ke tempat yang sekarang ini. Hari demi hari saya  berdoa dan bergumul supaya memiliki tempat sendiri, karena kita tidak enak kalau terus menumpang.

Akhirnya, pada tahun 2013 kita bisa mendapatkan tanah, sejak saat itu TK Ecclesia Terpadu mulai menetap. “Kami tidak membeli kontan tanah itu, tapi mencicilnya sedikit-demi sedikit, karena hanya menggunakan hasil dari uang pangkal dan SPP para murid. Tak banyaklah… karena uang pangkal saja cuma seratus ribu rupiah per murid, dan SPP waktu itu hanya tiga puluh ribu rupiah per anak. Puji Tuhan untuk nenek tuan tanah yang berbaik hati kepada kami.

Puji Tuhan sudah sepuluh tahun lebih di sini dan mulai bisa membangun sedikit demi sedikit. Agak sedih juga kalau dengar orang bilang: TK PESAT kok gak punya bangunan sendiri, pinjam terus… Naomi sedikit tersenyum, kerutan di matanya seperti bercerita tentang perjuangan luar biasanya menerima kepercayaan dari Tuhan untuk membangun generasi. “Aku bahagia sekarang, TK punya empat guru,” kata Naomi tiba-tiba, senyum menghiasi wajahnya kini.  Ayo, lihatlah ke dalam kelas itu seperti apa luar biasanya mereka. Ia menyuruh saya untuk masuk ke kelasnya.

Saya cuma bisa terharu, ruang kelas yang penuh sesak dengan anak-anak, bangunan sederhana, aku masih melihat rangka kayu  menopang asbes di bagian langit-langit yang tak ditutup plafon, tiang-tiang kayu menyangga ruangan seluas 12 x 12 meter persegi yang berdinding papan itu.

Kelas itu seperti sedang berada di ruang imajinasi, ibu guru sedang membawa para murid melalui ceritanya seolah terbang jauh entah ke mana, kelas itu seru sekali, sangat hidup. Penuh sesak dengan rak buku dan mainan, alat bantu mengajar, serta barang-barang hasil kreatifitas anak-anak, hiasan dari kertas menggantung penuh di langit-langit, meja dan bangku sekolah penuh terisi murid.

Aku pun terbawa suasana, ada di dimensi masa kanak-kanak dengan mimpi yang melambung jauh.

Ayo, kita keluar dan melihat kelas yang sedang dibangun, ajakan Bu Naomi sontak membuyarkan lamunanku. Ia mengajak ke sebelah, bangunan TK yang baru, yang sedang dalam pengerjaan, halamannya dipenuhi material. Anak-anak harus bersabar sampai mereka bisa masuk di kelas yang baru. Aku juga tak sabar melihat mereka belajar dalam keadaan yang kondusif seperti TK-TK di kota, kata Naomi lagi.

Kehadiran TK Ecclesia di desa Nanggala telah memberi pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya pendidikan anak usia dini. Mereka juga tahu manfaatnya bagi pertumbuhan anak-anak mereka, itulah mengapa sejak enam puluh anak angkatan pertama tahun 2002 lalu  sampai saat ini, masyarakat tetap mengantarkan anak-anak mereka ke sini. Setiap tahun kami masih menerima tiga puluh sampai empat puluh murid, bahkan dari desa-desa yang jauhnya tujuh sampai sepuluh kilometer.

Nanggala adalah sebuah desa di  kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Mayoritas penduduk adalah petani. Mungkin banyak orang berpikir, anak-anak kampung ini mau jadi apa, tapi toh kita bisa buktikan kalau anak-anak itu bisa maju. Buktinya anak lulusan kami sudah banyak yang bisa kuliah di universitas, ada yang sudah jadi dokter, pendeta, dan lain-lain. “Orang tua mereka berterima kasih karena kita sudah membimbing anaknya, itu yang mereka bilang setiap bertemu kami,” kata Ibu Naomi.

Di TK Ecclesia kita membentuk karakter anak-anak, bahkan kini program Future Center telah bergulir sejak empat tahun terakhir. Jadi selulus TK mereka masih kita bimbing sampai Sekolah Menengah Atas, jelas Bu Naomie. Bersama Naomi, para guru, kita berharap bisa melahirkan orang-orang berkarakter yang membawa perubahan bagi masyarakatnya. (Antoni Marvin)


* PESAT (Pelayanan Desa Terpadu) adalah lembaga pelayanan Kristen interdenominasi yang sejak 1987 terpanggil untuk membangun dan meningkatkan harkat hidup masyarakat desa melalui pelayanan pendidikan.

*Future Center adalah program pembinaan anak usia 0 – 18 tahun yang bertujuan untuk memunculkan potensi seorang anak sepenuhnya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sehingga ia menjadi sebagaimana yang Tuhan rencanakan.

Sponsori seorang anak desa di https://bit.ly/DataSponsor-FC

Saksikan kami di Channel YouTube: https://www.youtube.com/@PesatOrg/videos

WA: https://wa.me/6285101294002

Instagram: pesat_ministry